Jumat, 26 Desember 2014

Pengertian, contoh dan ulasan mengenai Good Corporate Governance ( GCG )



·        Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu
Center for European Policy Studies (CEPS), punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang ada didalam maupun diluar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak disini adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar aneka kegiatan perusahaan.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank) menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: accountability, transparency, predictability dan participation. Pengertian lain datang dari Finance Comitte on Corporate Governance Malaysia. Menurut lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan kearah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memerhatikan berbagai kepentingan para stakeholder lainnya.
·         Contoh kasus dalam penyimpangan GCG :
JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No. 177/BRTI/2011   ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober 2011.
SE tersebut berisikan himbauan  menghentikan penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis dan Solusi :
Layanan SMS premium ini tentunya sudsh tidak asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini memberikan dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian yang didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis oleh ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan sudah menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh pihak penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa tersebut bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam pengawasan layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak dilaksanakan sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang dari Good Corporate Governance (GCG)
“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/ 10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan profesionalitas  dimana  BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru  melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan, termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan.  Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel  berpendapat bahwa seharusnya SE BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium. Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait,  Pasal 15 PM 01/2009 menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara Pesan Premium,  sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena  penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun sayangnya tidak pernah dilakukan evaluasi/analisa atau diseleksi oleh
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)

https://arsasi.wordpress.com/2013/04/12/definisi-good-corporate-governance/

Sabtu, 08 November 2014

Artikel mengenai CSR dan Contoh Perusahaan yang menerapkan CSR

Artikel tentang CSR (Corporate Social Responsibility)

Setiap perusahaan memiliki cara pandang yang berbeda terhadap CSR, dan cara pandang inilah yang bisa dijadikan indikator kesungguhan perusahaan tersebut dalam melaksanakan CSR atau hanya sekedar membuat pencitraan di masyarakat (Wibisono :2007). Setidaknya terdapat tiga kategori paradigma perusahaan dalam menerapkan program CSR, diantaranya:
Pertama, Sekedar basa basi dan keterpaksaan, artinya CSR dipraktekkan lebih karena faktor eksternal, baik karena mengendalikan aspek sosial (social driven) maupun mengendalikan aspek lingkungan (environmental driven). Artinya pemenuhan tanggungjawab sosial lebih karena keterpaksaan akibat tuntutan daripada kesukarelaan. Berikutnya adalah mengendalikan reputasi (reputation driven), yaitu motivasi pelaksanaan CSR untuk mendongkrak citra perusahaan. Banyak korporasi yang sengaja berupaya mendongkrak citra dengan mamanfaatkan peristiwa bencana alam seperti memberi bantuan uang, sembako, medis dan sebagainya, yang kemudian perusahaan berlomba menginformasikan kontribusinya melalui media massa. Tujuannya adalah untuk mengangkat reputasi.
Disatu sisi, hal tersebut memang menggembirakan terutama dikaitkan dengan kebutuhan riel atas bantuan bencana dan rasa solidaritas kemanusiaan. Namun disisi lain, fenomena ini menimbulkan tanda tanya terutama dikaitkan dengan komitmen solidaritas kemanusiaan itu sendiri. Artinya, niatan untuk menyumbang masih diliputi kemauan untuk meraih kesempatan untuk melakukan publikasi positif semisal untuk menjaga atau mendongkrak citra korporasi.
Kedua, Sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban (compliance). CSR diimplementasikan karena memang ada regulasi, hukum dan aturan yang memaksanya. Misalnya karena ada kendali dalam aspek pasar (market driven).
 Kesadaran tentang pentingnya mengimplementasikan CSR ini menjadi tren seiring dengan maraknya kepedulian masyarakat global terhadap produk-produk yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial. Seperti saat ini bank-bank di eropa mengatur regulasi dalam masalah pinjaman yang hanya diberikan kepada perusahaan yang mengimplementasikan CSR dengan baik. selain itu beberapa bursa sudah menerapkan indeks yang memasukan kategori saham-saham perusahaan yang telah mengimplemantasikan CSR, seperti New York Stock Exchange saat ini memiliki Dow Jones Sustainability Indeks (DJSI) bagi perusahaan-perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai CSR. Bagi perusahaan eksportir CPO saat ini diwajibkan memiliki sertifikat Roundtable Sustainability Palm Oil (RSPO) yang mensyaratkan adanya program pengembangan masyarakat dan pelestarian alam.
Selain market driven, driven lain yang yang sanggup memaksa perusahaan untuk mempraktkan CSR adalah adanya penghargaan-penghargaan (reward) yang diberikan oleh segenap institusi atau lembaga. Misalnya CSR Award baik yang regional maupun global, Padma (Pandu Daya Masyarakat) yang digelar oleh Depsos, dan Proper (Program Perangkat Kinerja Perusahaan) yang dihelat oleh Kementrian Lingkungan Hidup.
Ketiga, bukan sekedar kewajiban (compliance), tapi lebih dari sekdar kewajiban (beyond compliance) atau (compliance plus). Diimplementasikan karena memang ada dorongan yang tulus dari dalam (internal driven). Perusahaan telah menyadari bahwa tanggungjawabnya bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi untuk menciptakan profit demi kelangsungan bisnisnya, melainkan juga tanggungjawab sosial dan lingkungan. Dasar pemikirannya, menggantungkan semata-mata pada kesehatan finansial tidak akan menjamin perusahaan bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Perusahaan meyakini bahwa program CSR merupakan investasi demi pertumbuhan dan keberlanjutan (sustainability) usaha. Artinya, CSR bukan lagi dilihat sebagai sentra biaya (cost centre) melainkan sentra laba (profit center) di masa yang akan datang. Logikanya adalah bila CSR diabaikan, kemudian terjadi insiden, maka biaya untuk mengcover resikonya jauh lebih besar ketimbang nilai yang hendak dihemat dari alokasi anggaran CSR itu sendiri. Belum lagi resiko non-finansial yang berpengaruh buruk pada citra korporasi dan kepercayaan masyarakat pada perusahaan.
Dengan demikian, CSR bukan lagi sekedar aktifitas tempelan yang kalau terpaksa bisa dikorbankan demi mencapai efisiensi, namun CSR merupakan nyawa korporasi. CSR telah masuk kedalam jantung strategi korporasi. CSR disikapi secara strategis dengan melakukan inisiatif CSR dengan strategi korporsi. Caranya, inisatif CSR dikonsep untuk memperbaiki konteks kompetitif korporasi yang berupa kualitas bisnis tempat korporasi beroperasi.  
Manfaat CSR: 
Sedikitnya ada 4 manfaat CSR terhadap perusahaan yaitu :  
1. Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa memberikan citra perusahaan yang khas, baik, dan etis di mata publik yang pada gilirannya menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan bendera “Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik terkait isu lingkungan.   
2. Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran. Bagi staf lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi dalam bekerja.
3. License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat luas.
            4. Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan, atau kerusakan lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan dalam mengelola resiko-resiko bisnis.
 
CSR yang dilakukan perusahaan dalam kenyataannya merupakan wujud berbagi kepedulian. Namun dalam implementasinya, sebuah perusahaan perlu dengan cermat memastikan bagaimana pola dan metode yang akan dilakukannya bisa sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. Terutama dalam konteks ini bila menyangkut hal yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat. Sukses tidaknya pengelolaan CSR juga tergantung pada bagaimana komunikasi dan pendekatan pihak perusahaan dengan masyarakat penerima manfaat CSR.


Contoh perusahaan yang menerapkan CSR adalah PT PLN (Persero).

PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan Wewenang dan tanggung jawab Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT PLN (Persero), mencakup di antaranya:
Menyusun dan melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat di lingkungan perusahaan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan dan CSR dengan lingkup kegiatan Community relation, Community Services, Community Empowering dan Pelestarian alam.
Menyusun dan melaksanakan program kepedulian sosial perusahaan.
Menyusun dan melaksanakan program kemitraan sosial dan bina UKM dan peningkatan citra perusahaan.
Memastikan tersedianya dan terlaksananya program pelestarian alam termasuk penghijauan dan upaya pengembangan citra perusahaan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.
Pelaksanaan Program Tanggung Jawab Sosial Perusahan (CSR) :
a) Community Relation
Kegiatan ini menyangkut pengembangan kesepahaman melalui komunikasi dan informasi kepada para pihak yang terkait. Beberapa kegiatan yang dilakukan PLN antara lain: melaksanakan sosialisasi instalasi listrik, contohnya melalui penerangan kepada pelajar SMA di Jawa Barat tentang SUTT/SUTET, dan melaksanakan sosialisasi bahaya layang-layang di daerah Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur
b) Community Services
Program bantuan dalam kegiatan ini berkaitan dengan pelayanan masyarakat atau kepentingan umum. Kegiatan yang dilakukan selama tahun 2011, antara lain memberikan :
Bantuan bencana alam.
Bantuan peningkatan kesehatan di sekitar instalasi PLN, antara lain di Kelurahan Asemrowo, Surabaya yang berada di sekitar SUTT 150kV Sawahan-Waru.
Bantuan sarana umum pemasangan turap untuk warga pedesaan di Kecamatan Rumpin – Kabupaten Bogor, Jawa Barat serta bantuan pengaspalan jalan umum di Bogor – Buleleng, Bali.
Bantuan perbaikan sarana ibadah.
Operasi Katarak gratis di Aceh, Pekanbaru, Jawa Barat, dan kota lainnya di Indoenesia
Bantuan Sarana air bersih,
c) Community Empowering
Kegiatan ini terdiri dari program-program yang memberikan akses yang lebih luas kepada masyarakat untuk menunjang kemandiriannya. Kegiatan yang dilakukan  antara lain:
Bantuan produksi dan pengembangan pakan ikan alternatif di sekitar SUTET, bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
Bantuan alat pertanian kepada kelompok tani Ngaran Jaya Kabupaten Kulonprogo, Jawa Tengah.
Bantuan pengembangan budi daya pertanian pepaya organik untuk komunitas di sekitar Gunung Merapi Yogyakarta yang bekerja sama dengan Fakultas Pertanian UGM.
Bantuan pengembangan pola tanam padi SRI produktivitas tinggi
Bantuan pelatihan pengembangan budi daya tanaman organik di sekitar instalasi PLN
Pemberdayaan anggota PKK Asemrowo, Surabaya.
Program budi daya jamur tiram masyarakat Desa Umbul Metro, Lampung.
Bantuan Pelatihan budidaya rumput lain di Kalimantan Timur
Bantuan Pelatihan kelompok tani tambak ikan tawar Danau Sentani, Papua
Pelatihan manajemen UKM dan Kiat-kiat pengembangan UKM di Papua
Pelatihan manajemen pemasaran dan keuangan bagi pengrajin souvenir khas Papua
Penyuluhan pertanian untuk petani di Genyem, Papua
Pemberian bibit coklat masyrakat dibawah ROW P3B Sumatera 

ANALISIS:
Menurut saya keputusan manajemen perusahaan untuk melaksanakan program-program CSR secara berkelanjutan, pada dasarnya merupakan keputusan yang rasional. Sebab implementasi program-program CSR akan menimbulkan efek lingkaran emas yang akan dinikmati oleh perusahaan dan seluruh stakeholder-nya. Melalui CSR, kesejahteraan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat lokal maupun masyarakat luas akan lebih terjamin. Kondisi ini pada gilirannya akan menjamin kelancaran seluruh proses atau aktivitas produksi perusahaan serta pemasaran hasil-hasil produksi perusahaan. Sedangkan terjaganya kelestarian lingkungan dan alam selain menjamin kelancaran proses produksi juga menjamin ketersediaan pasokan bahan baku produksi yang diambil dari alam.
Bila CSR benar-benar dijalankan secara efektif maka dapat memperkuat atau meningkatkan akumulasi modal sosial dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial, termasuk elemen-elemennya seperti kepercayaan, kohesifitas, altruisme, gotong royong, jaringan dan kolaborasi sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Melalui beragam mekanismenya, modal sosial dapat meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan publik, meluasnya partisipasi dalam proses demokrasi, menguatnya keserasian masyarakat dan menurunnya tingkat kekerasan dan kejahatan.
Tanggung jawab perusahaan terhadap kepentingan publik dapat diwujudkan melalui pelaksanaan program-program CSR yang berkelanjutan dan menyentuh langsung aspek-aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian realisasi program-program CSR merupakan sumbangan perusahaan secara tidak langsung terhadap penguatan modal sosial secara keseluruhan. Berbeda halnya dengan modal finansial yang dapat dihitung nilainya kuantitatif, maka  modal sosial tidak dapat dihitung nilainya secara pasti. Namun demikian, dapat ditegaskan bahwa pengeluaran biaya untuk program-program CSR merupakan investasi perusahaan untuk memupuk modal sosial.



















Minggu, 12 Oktober 2014

Tugas II Softskill Etika Bisnis


Nama   : Marta Zulfika
Kelas   : 4EA21
NPM   : 14211323

I. CONTOH PERUSAHAAN YANG SUDAH MENERAPKAN ETIKA DALAM BERBISNIS
1. Sebuah perusahaan pengembang di Lampung membuat kesepakatan dengan sebuah perusahaan perusahaan kontraktor untuk membangun sebuah pabrik. Sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati pihak pengembang memberikan spesifikasi bangunan kepada pihak perusahaan kontraktor tersebut. Dalam pelaksanaannya, perusahaan kontraktor menyesuaikan spesifikasi bangunan pabrik yang telah dijanjikan. Sehingga bangunan pabrik tersebut tahan lama dan tidak mengalami kerusakan. Dalam kasus ini pihak perusahaan kontraktor telah mematuhi prinsip kejujuran karena telah memenuhi spesifikasi bangunan yang telah mereka musyawarahkan bersama pihak pengembang.
2. Sebuah Yayasan Maju Selalu menyelenggarakan pendidikan setingkat SMA. Pada tahun ajaran baru sekolah mengenakan biaya sebesar Rp.500.000,- kepada setiap siswa baru. Pungutan sekolah ini diinformasikan kepada mereka saat akan mendaftar,sehingga setelah diterima,mereka harus membayarnya. Kemudian pihak sekolah memberikan informasi ini kepada wali murid bahwa pungutan tersebut digunakan untuk biaya pembuatan seragam sekolah yang akan dipakai oleh semua murid pada setiap hari rabu-kamis. Dalam kasus ini Yayasan dan sekolah dapat dikategorikan mengikuti transparasi.
3.   Pada tahun 1990 an, kasus yang masih mudah diingat yaitu Enron. Bahwa Enron adalah perusahaan yang sangat bagus dan pada saat itu perusahaan dapat menikmati booming industri energi dan saat itulah Enron sukses memasok enegrgi ke pangsa pasar yang bergitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Dan data yang ada dari skilus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring dengan booming indutri energi, akhirnya memosisikan dirinya sebagai energy merchants dan bahkan Enron disebut sebagai ”spark spead” Cerita pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada dipasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya Enron meninggalkan prestasi dan reputasinya baik tersebut, karena melakukan penipuan dan penyesatan.. Sebagai perusahaan Amerika terbesar ke delapan, Enron kemudian kolaps pada tahun 2001. 
Alasannya :
Berdasarkan referensi-referensi dan contoh diatas. saya sependapat etika bisnis adalah studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah yang harus dipelajari oleh semua perilaku bisnis. Karena menurut saya dalam berbisnis sangat penting untuk beretika dan melakukan persaingan yang sehat antar pelaku bisnis. Kita dapat melihat contoh ke-1 dan ke-2 diatas pelaku bisnis yang menggunakan etika dalam berbisnis akan mengikuti transparansi, kejujuran, dan nilai-nilai moral yang baik. Sedangkan pada contoh ke-3 di atas ialah contoh kasus yang melakukan penipuan dan penyesatan sangat tidak bagus dan merusak nama dan citra perusahaan.

Sumber :
http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.com/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html




II. CONTOH PERUSAHAAN YANG BERBISNIS TANPA ETIKA
(Studi Kasus PT.Megasari Makmur dengan Produknya HIT) 

A.    Latar Belakang Masalah
Perjalanan obat nyamuk bermula pada tahun 1996, diproduksi oleh PT Megasari Makmur yang terletak di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. PT Megasari Makmur juga memproduksi banyak produk seperti tisu basah, dan berbagai jenis pengharum ruangan. Obat nyamuk HIT juga mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh untuk kelasnya. Selain di Indonesia HIT juga mengekspor produknya ke luar Indonesia.
Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.

B.     Analisis permasalahan
Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan tindakan perusahaan. Jadi, siapakah yang bertanggung jawab atas tindakan yang dihasilkan bersama-sama itu?. Pandangan tradisional berpendapat bahwa mereka yang melakukan secara sadar dan bebas apa yang diperlukan perusahaan, masing-masing secara moral bertanggung jawab
Lain halnya pendapat para kritikus pada pandangan tradisional, yang menyatakan bahwa ketika sebuah kelompok terorganisasi seperti perusahaan bertindak bersama-sama, tindakan perusahaan mereka dapat dideskripsikan sebagai tindakan kelompok, dan konsekuensinya tindakan kelompoklah, bukan tindakan individu, yang mengharuskan kelompok bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
Kaum tradisional membantah bahwa, meskipun kita kadang membebankan tindakan kepada kelompok perusahaan, fakta legal tersebut tidak mengubah realitas moral dibalik semua tindakan perusahaan itu. Individu manapun yang bergabung secara sukarela dan bebas dalam tindakan bersama dengan orang lain, yang bermaksud menghasilkan tindakan perusahaan, secara moral akan bertanggung jawab atas tindakan itu.
Namun demikian, karyawan perusahaan besar tidak dapat dikatakan “dengan sengaja dan dengan bebas turut dalam tindakan bersama itu” untuk menghasilkan tindakan perusahaan atau untuk mengejar tujuan perusahaan. Seseorang yang bekerja dalam struktur birokrasi organisasi besar tidak harus bertanggung jawab secara moral atas setiap tindakan perusahaan yang turut dia bantu, seperti seorang sekretaris, juru tulis, atau tukang bersih-bersih di sebuah perusahaan. Faktor ketidaktahuan dan ketidakmampuan yang meringankan dalam organisasi perusahaan birokrasi berskala besar, sepenuhnya akan menghilangkan tanggung jawab moral orang itu.
Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besarpun berani untuk mmengambil tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal. Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam produknya . dalam kasus HIT sengaja menambahkan zat diklorvos untuk membunuh serangga padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut bila dihisap oleh saluran pernafasan dapat menimbulkan kanker hati dan lambung.
Dan walaupun perusahaan sudah meminta maaf dan juga mengganti barang dengan memproduksi barang baru yang tidak mengandung zat berbahaya tapi seharusnya perusahaan jugamemikirkan efek buruk apa saja yang akan konsumen rasakan bila dalam penggunaan jangka panjang. Sebagai produsen memberikan kualitas produk yang baik dan aman bagi kesehatan konsumen selain memberikan harga yang murah yang dapat bersaing dengan produk sejenis lainnya.

C.    Penyelesaian Masalah yang dilakukan PT.Megasari Makmur dan Tindakan Pemerintah
Pihak produsen (PT. Megasari Makmur) menyanggupi untuk menarik semua produk HIT yang telah dipasarkan dan mengajukan izin baru untuk memproduksi produk HIT Aerosol Baru dengan formula yang telah disempurnakan, bebas dari bahan kimia berbahaya. HIT Aerosol Baru telah lolos uji dan mendapatkan izin dari Pemerintah. Pada tanggal 08 September 2006 Departemen Pertanian dengan menyatakan produk HIT Aerosol Baru dapat diproduksi dan digunakan untuk rumah tangga (N0. RI. 2543/9-2006/S).Sementara itu pada tanggal 22 September 2006 Departemen Kesehatan juga mengeluarkan izin yang menyetujui pendistribusiannya dan penjualannya di seluruh Indonesia.

D.    Undang-undang yang telah di Langgar
Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, yaitu:
1.      Pasal 4, hak konsumen adalah :
·         Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
·         Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.
PT Megarsari tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya zat-zat berbahaya di dalam produk mereka.Akibatnya, kesehatan konsumen dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi HIT.
2.      Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
·         Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
PT Megarsari tidak pernah memberi indikasi penggunaan pada produk mereka, dimana seharusnya apabila sebuah kamar disemprot dengan pestisida, harus dibiarkan selama setengah jam sebelum boleh dimasuki lagi.
3.      Pasal 8
·         Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
·         Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
PT Megarsari tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk HIT tersebut tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang tersebut.Seharusnya, produk HIT tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun sudah ada korban dari produknya.
4.      Pasal 19 :
·         Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
·         Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
·         Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen.

E.     Kesimpulan 
Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industry di pasar internasional. Ini bias terjadi sikap para pengusaha kita. Lebih extreme bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis yang berlaku secara umum dan tidak mengikat itu. Kencendrungan makin banyaknya  pelanggaran etika bisnis membuat ke prihatinan banyak pihak. Pengabdian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan Negara.
Seperti pada kasus PT Megarsari Makmur (produk HIT) masalah yang terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk tersebut. PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran.


F.     Saran
Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih dahulu baru kemudian dapat dimasuki /digunakan ruangan tersebut.
Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.

Sumber :


http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt-megasari-makmur/
http://kalinabonbon.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-etika_5.html