·
Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance (GCG) adalah prinsip
yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara
kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya
kepada para shareholder khususnya, dan stakeholders pada umumnya.
Tentu saja hal ini dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Direktur, manajer,
pemegang saham dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan
di lingkungan tertentu
Center for European Policy Studies (CEPS),
punya formula lain. GCG, papar pusat studi ini, merupakan seluruh sistem yang
dibentuk mulai dari hak (right), proses, serta pengendalian, baik yang
ada didalam maupun diluar manajemen perusahaan. Sebagai catatan, hak disini
adalah hak seluruh stakeholders, bukan terbatas kepada shareholders
saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholders secara
individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme
dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang
memungkinkan stakeholders menerima informasi yang diperlukan seputar
aneka kegiatan perusahaan.
Sementara itu, ADB (Asian Development Bank)
menjelaskan bahwa GCG mengandung empat nilai utama yaitu: accountability,
transparency, predictability dan participation. Pengertian lain
datang dari Finance Comitte on Corporate Governance Malaysia. Menurut
lembaga tersebut GCG merupakan suatu proses serta struktur yang digunakan untuk
mengarahkan sekaligus mengelola bisnis dan urusan perusahaan kearah peningkatan
pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan. Adapun tujuan akhirnya adalah
menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memerhatikan berbagai
kepentingan para stakeholder lainnya.
·
Contoh kasus dalam penyimpangan GCG :
JAKARTA—Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel)
menilai terjadi pelanggaran Good Corporate Governance (GCG) oleh Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia (BRTI) kala mengeluarkan (SE) No.
177/BRTI/2011 ke 10 operator telekomunikasi pada medio Oktober
2011.
SE tersebut berisikan himbauan menghentikan
penawaran konten melalui SMS broadcast, pop screen, atau voice broadcast sampai
dengan batas waktu yang akan ditentukan kemudian.
Analisis dan Solusi :
Layanan SMS premium ini tentunya sudsh tidak
asing lagi bagi kita, dan sudah tidak asing pula bahwa jasa ini memberikan
dampak yang sangat merugikan bagi pengguna telepon seluler. Kerugian yang
didapat tersebut adalah banyak sekali pelanggan yang pulsanya sering habis oleh
ulah para penyelenggara jasa SMS premium tersebut, walaupun pelanggan sudah
menghentikan layanan tersebut tetapi pulsa selalu saja di sedot oleh pihak
penyelenggara jasa tersebut. Hal ini tentu saja merugikan pelanggan yang
membuat keperluannya terhambat karena pulsa yang tiba-tiba habis di ambil oleh
penyelenggara jasa tersebut.
Namun dalam mengatasi hal tersebut BRTI yang
seharusnya menyelesaikan masalah ini kepada pihak penyelenggara jasa tersebut
bukan kepada operator. BRTI juga seharusnya lebih ketat dalam pengawasan
layanan tersebut agar tidak terjadi lagi peristiwa sedot pulsa. Dalam kasus
diatas juga sudah di jelaskan tentang pasal-pasal yang tidak dilaksanakan
sesuai kenyataan. Hal inilah yang membuat BRTI diduga menyimpang dari Good
Corporate Governance (GCG)
“Kami melihat adanya penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh BRTI dengan keluarnya SE tersebut,” ungkap Ketua Umum
Mastel Setyanto P Santosa.
Menurutnya, penyimpangan terkait dengan Instruksi
Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Pesan Premium. Menurut Pasal 8 KM No.36/PER/M/KOMINFO/
10/2008, BRTI hanya dapat menuangkan produk pengaturan yang sifatnya perintah
dalam bentuk Keputusan Dirjen.
Berikutnya tentang indepedensi dan
profesionalitas dimana BRTI
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
tidak mempertimbangkan secara seksama, bahkan beberapa informasi yang seharusnya bersifat rahasia. BRTI justru melibatkan pihak lain.BRTI tidak jelas dalam mendefinisikan hal-hal yang ingin diaturnya, sehingga berdampak kepada bisnis dan cenderung dapat mematikan bisnis penyedia konten
Hal lain adalah BRTI tidak melakukan proses yang
transparan kepada para pemangku kepentingan.
Para Penyelenggara Jasa Pesan Premium yang paling
terkena dampak dari penerbitan SE tersebut tidak dilibatkan dalam pembahasan,
termasuk dalam pembahasan revisi PM No. 1/2009 tentang Penyelenggaraan Jasa
Pesan Premium dan Pengiriman Jasa Pesan Singkat (SMS) ke banyak tujuan.
Penyelenggara Jasa Pesan Premium baru dilibatkan pada saat proses evaluasi
“Mastel berpendapat bahwa seharusnya SE
BRTI tidak langsung ditujukan kepada operator telekomunikasi melainkan
disampaikan terlebih dahulu kepada Penyelenggara Jasa Layanan Pesan Premium.
Hal ini berdasarkan Pasal 3 PM 01/2009, bahwa Jasa Pesan Premium
diselenggarakan oleh Penyelenggara Jasa Pesan Premium berdasarkan kerja sama
dengan Penyelenggara Jaringan jasa teleponi dasar,” katanya.
Terakhir terkait, Pasal 15 PM 01/2009
menyatakan bahwa pengguna berhak mengajukan ganti rugi kepada Penyelenggara
Pesan Premium, sedangkan dalam SE BRTI butir 4, tanggung jawab dari
Penyelenggara Pesan Premium tidak dinyatakan.
Ditegaskannya, kasus sedot pulsa tidak akan
terjadi jika ada pengawasan ketat dari BRTI. Hal ini karena
penyelenggaraan Jasa Pesan Premium diselenggarakan setelah mendapatkan izin
berupa pendaftaran penyelenggaraan kepada BRTI.
“Namun sayangnya tidak pernah dilakukan
evaluasi/analisa atau diseleksi oleh
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)
BRTI. Seharusnya BRTI dapat membina dan mengendalikannya misalnya pengendalian pemberian short code,” katanya.(id)
https://arsasi.wordpress.com/2013/04/12/definisi-good-corporate-governance/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar